Entri Populer

Monday, January 16, 2012

Dandelion, Flower of Hope


Ada yang tahu nama bunga di atas? Ya, benar sekali. Dalam bahasa Indonesia biasa disebut dengan nama 'Randa Tapak', tapi ia lebih populer dengan sebutan 'Dandelion' dalam bahasa Inggris. Bunga ini merupakan sejenis perdu yang biasa tumbuh liar di halaman rumah, pinggir jalan, kebun, ladang, bahkan disela-sela bebatuan. Bagi masyarakat Sunda, tumbuhan ini biasa dikenal dengan istilah 'Jonge'. Orang-orang jaman dahulu biasa memakan daun dandelion sebagai 'lalaban' atau selada. Aku sendiri belum pernah mencobanya, karena di zaman sekarang, orang-orang tidak lagi lazim memakan tumbuhan ini. Aku pikir, dandelion itu  rasanya pastilah tidak enak, mengingat getahnya yang putih bak susu itu rasanya sangatlah pahit.

Dandelion termasuk ke dalam genus "Taraxacum" dari family "Asteraceae" dan merupakan tumbuhan asli Eurasia serta Amerika Utara. Nama dandelion sendiri berasal dari bahasa Perancis "dent-de-lion" yang berarti gigi harimau. Sama halnya seperti keluarga Asteraceae lainnya, dandelion memiliki banyak bunga-bunga yang sangat kecil, yang berkumpul di tengah sebagai kepala bunga. Setiap bunga tunggal yang berkumpul di kepala bunga disebut floret.

Dandelion memang hanyalah sebuah perdu. Sebuah perdu yang mungkin dipandang tidak berguna dan hanya mengganggu saja oleh sebagian orang. Padahal dandelion merupakan tumbuhan yang sangat bermanfaat dalam kehidupan.

1. Sebagai Rumput Liar yang Bermanfaat
Tumbuhan dandelion adalah sejenis rerumputan yang memiliki berbagai macam kegunaan. Ia bahkan merupakan tanaman pendamping yang baik untuk berkebun. Taproot yang dimilikinya akan memunculkan nutrisi yang diperlukan oleh tanaman-tanaman lain yang berakar dangkal (pendek), serta menambahkan kandungan mineral dan nitrogen ke dalam tanah. Ia juga dikenal sebagai tanaman yang dapat mengundang serangga penyerbuk dan melepaskan gas ethylene yang berfungsi dalam membantu pematangan buah.

2. Penggunaan dalam Masakan
Dandelion ditemukan di semua benua dan telah dikenal sejak zaman prasejarah, namun varietas yang dibudidayakan untuk konsumsi sebagian besar asli dari Eurasia. Dandelion merupakan tumbuhan abadi yang daun-daunya akan selalu kembali tumbuh jika taprootnya dibiarkan utuh. Pucuk dan daun dandelion telah menjadi bagian dari masakan tradisional Sephardic, China dan Korea. Di daerah Timur Laut Amerika Serikat, tanaman ini dibudidayakan dan dimakan sebagai campuran salad. Di Kreta, Yunani, varietas daun yang disebut Mari, Mariaki, atau Koproradiko dimakan oleh penduduk setempat baik mentah ataupun direbus dalam salad. Selain itu, kelopak bunga dandelion dicampur bersama dengan bahan-bahan lainnya digunakan sebagai bahan untuk membuat anggur dandelion. Akar panggang dandelion yang telah digiling dapat digunakan sebagai kopi dandelion yang bebas dari kandungan kafein. Dandelion juga secara tradisional digunakan untuk membuat soft drink dandelion (semacam minuman tradisional Inggris), burdock, serta digunakan sebagai bahan root beer.

Daun dandelion mengandung vitamin dan mineral yang melimpah, terutama vitamin A, C, dan K, serta merupakan sumber kalsium yang baik , kalium, besi dan mangan.

3. Penggunaan Tradisional
Secara historis, dandelion merupakan tumbuhan berharga yang digunakan sebagai bahan obat-obatan, karena memiliki sejumlah kandungan senyawa farmakologi aktif. Ia digunakan sebagai obat tradisional di China, Meksiko, dan Amerika Utara. Secara budaya, dandelion digunakan untuk mengobati infeksi, masalah hati dan empedu, kanker, serta sebagai diuretik. Ada bukti yang menunjukkan bahwa dandelion juga memiliki efek anti-inflamasi yang dapat membantu infeksi saluran kemih pada wanita.

Serbuk sari dandelion dapat menyebabkan reaksi alergi ketika dimakan, atau mengakibatkan reaksi merugikan pada kulit yang sensitif. Karena tingkat kaliumnya yang tinggi, dandelion juga dapat meningkatkan resiko hiperkalemia ketika digunakan sebagai diuretik dengan kandungan kalium yang sedikit.


4. Kegunaan bagi Serangga
Dandelion merupakan tanaman yang penting bagi lebah bagian bumi belahan utara, karena ia menyediakan nektar dan serbuk sari penting di awal musim. Dandelion merupakan tanaman pangan bagi larva dari beberapa spesies Lepidoptera (kupu-kupu dan ngengat). Ia juga merupakan sumber nektar bagi Pearl-bordered Fritillary (Boloria euphrosyne), salah satu kupu-kupu yang muncul paling awal di musim semi.

Di atas merupakan sedikit ulasan tentang Dandelion yang diambil dari wikipedia. Ternyata, meski terlihat seperti perdu yang tidak berharga, pada kenyataannya dandelion merupakan tanaman yang banyak manfaatnya, tidak hanya bunganya, akarnya pun sangat bermanfaat. Akan tetapi, bukan hanya alasan ini saja yang membuatku jatuh cinta pada dandelion. Bagiku, bahkan mungkin bagian sebagian orang, dandelion merupakan flower of hope, yaitu bunga yang melambangkan harapan. Orang-orang Barat memiliki kebiasaan meniup bunga dandelion kering sambil mengucapkan harapan-harapan mereka. Mungkin mereka berharap harapan mereka bisa tersampaikan seiring dengan terbangnya dandelion menuju langit. Tapi bagiku, yang juga menyukai kegiatan meniup bunga dandelion kering, dandelion merupakan lambang kebebasan. Bunga-bunga kering itu dengan ringannya terbang bersama angin ke langit biru, menjelajah dunia, mencari tempat baru untuk tumbuh. Melihat mereka terbang jauh.... jauh.... jauh ke angkasa, selalu membuatku merasa nyaman, dan tanpa disadari sebersit harapan tumbuh dalam benak dan hatiku. Jika dandelion yang kecil saja mampu mengarungi dunia hanya dengan berbekal harapan dan keberanian, maka aku pun bisa. Aku pasti bisa terbang melihat dunia, mencari tempat yang sesuai untukku. Aku pasti bisa bertahan, sama halnya seperti dandelion kecil yang tertiup angin.

"Fallin leaves, doesn't hate the wind." Sesulit apapun kehidupan itu, aku tidak boleh membencinya, apalagi putus asa karenanya. Yang harus dilakukan hanyalah satu, berusaha, berusaha, dan berusaha. Jangan menunggu kebahagiaan datang menghampiri kita, tapi jemputlah kebahagiaan itu.


  



Sunday, January 15, 2012

Asal Mula 12 Shio Binatang


Alkisah pada jaman dahulu kala, hiduplah Dewa di puncak gunung yang berada di tengah pegunungan. Hari itu tanggal 30 Desember, sehari sebelum tahun baru, sang Dewa menulis surat kepada binatang-binatang seluruh negeri. Dewa yang telah selesai menulis surat-surat itu lalu meniupnya dari jendela.

Surat-surat itu diterbangkan oleh angin, ke gunung, sungai, lembah, dan hutan, ke segenap penjuru. Keesokan harinya tanggal 31 pagi, para binatang menerima surat itu. Isinya seperti ini: “Pada pagi hari di tahun baru, saya akan memilih binatang yang paling cepat datang kemari, dari nomor satu sampai nomor dua belas. Lalu setiap tahun saya akan mengangkat satu-persatu sebagai jenderal berdasarkan urutan. Tertanda, Dewa.”

            Para binatang pun bersemangat.

            “Wah, kalau begitu, aku harus menjadi jenderal!”

            Tetapi, ada seekor binatang yang tidak membaca surat ini, yaitu seekor kucing yang suka bersantai. Kucing mendengar tentang surat sang Dewa ini dari tikus. Tikus yang licik bahwa mereka harus berkumpul ke tempat Dewa pada tanggal 2 pagi, padahal seharusnya tanggal 1 pagi.

            “Oh tikus, terima kasih atas kebaikan hatimu.”

            Semua binatang bersemangat sambil memikiran kemenangan.

            “Baik, besok pagi-pagi ya. Aku akan tidur cepat malam ini.”

            Semua binatang pun tidur cepat.

            Tetapi, hanya sapi yang berpikir, “Jalanku lambat, jadi aku akan berangkat malam ini.”

            Maka berangkatlah sapi sebelum matahari terbenam. Tikus yang melihatnya lantas meloncat menaiki punggung sapi.

            “Betapa menyenangkan!”

            Sapi yang tidak menyadarinya terus berjalan dengan lambat.

            “Mungkin aku menjadi nomor satu, moooo!”

            Keesokan harinya, para binatang berangkat sekaligus saat hari masih gelap. Anjing, monyet, harimau, ular, kelinci, ayam, domba, juga kuda, semuanya berlari menuju tempat tinggal sang Dewa. Akhirnya matahari tahun baru mulai terbit, yang pertama-tama muncul membelakangi matahari tersebeut adalah….sapi. Oh, bukan! Itu adalah tikus! Tikus melompat turun dari punggung sapi, lantas melompat ke hadapan Sang Dewa dengan cepat.

            “Dewa, Selamat Tahun Baru!”

            “Oh, selamat! Selamat!”

            Sapi merasa sangat kecewa, ”Mengapa? Mooo!” dan mulai menangis.

            Lalu berturut-turut datanglah harimau, kelinci dan naga. Binatang-binatang lainnya tiba susul-menyusul. Akhirnya tibalah waktu pengumuman urutan pemenang oleh sang Dewa. 

            “Saudara-saudara sekalian selamat datang. Sekarang saya akan mengumumkan hasilnya. Nomor satu tikus. Dilanjutkan dengan sapi, harimau, kelinci, naga, ular, kuda, domba, monyet, ayam, anjing, dan babi hutan. Dengan demikian, telah ditetapkan pemenang nomor satu sampai dengan dua belas!”

            Dua belas ekor binatang yang terpilih ini disebut 12 shio binatang. Kedua belas shio binatang itu mulai berpesta pora dengan minuman keras sambil mengelilingi sang Dewa. 

            “Mari minum!”

            Naga dan harimau juga bersuka ria. Kelinci dan tikus juga berkata, “Mari minum!”

            Saat itu kucing datang berlari-lari dengan wajah yang marah dan menakutkan.

            “Tikus!!! Kenapa kamu menipuku! MEONG!! Aku akan menangkap dan memakanmu!! Sini!!!”

            Tikus berlari terbirit-birit. Kucing berputar-putar mengejarnya. Sementara pesta berlangsung amat ramai. 

            Sejak saat itu, mulailah era 12 shio binatang. Mulai dari tahun tikus, kemudian sapi, harimau, kelinci, naga, ular, kuda, domba, monyet, ayam, anjing, dan babi hutan. Kucing yang tidak termasuk ke dalam 12 shio binatang karena ditipu tikus, sangat marah hingga sampai sekarang pun masih berputar-putar mengejar tikus.

Sumber: dari berbagai sumber

Istri Penjelmaan Belut


Pada jaman dahulu kala, di sebuah desa ada seorang pemuda yang rajin dan baik hati. Suatu hari, ketika sang pemuda hendak pergi untuk bekerja, ia melihat beberapa anak sedang mencoba menangkap seekor belut putih. Di tangan mereka tergenggam tongkat kayu yang sekali-kali diayunkan untuk memukul belut tersebut. Sejenak sang pemuda berhenti dan mendekati anak-anak tersebut. Karena merasa kasihan, sang pemuda berkata kepada anak-anak itu, “Jangan mengganggu binatang. Belut itu juga makhluk hidup seperti kita. Biarkan dia pergi!”. Anak-anak itu pun berhenti seketika. Dengan perasaan dongkol mereka pun pergi meninggalkan tempat itu. Demikian juga sang belut pergi ke arah genangan air di sawah. Sang pemuda pun pergi melanjutkan perjalanannya.

Malam harinya, ketika sang pemuda hendak bersiap-siap untuk tidur, tiba-tiba pintu rumahnya diketuk orang. “Tok.. tok”. Sang pemuda heran, tidak biasanya malam-malam begini ada tamu yang datang ke rumahnya. Akhirnya ia pun membuka pintu rumahnya. Bukan main terkejutnya sang pemuda, ternyata di hadapannya telah berdiri seorang gadis yang cantik jelita.

“Selamat malam. Mohon maaf sebelumnya. Saya sedang tersesat dan kemalaman di jalan. Bolehkah saya menumpang istirahat barang satu malam di rumah tuan?” pinta sang gadis.

“Silakan masuk!” kata sang pemuda dengan gugup. Malam itu sang gadis pun menginap di rumah sang pemuda.

Keesokan paginya, sang gadis berkata kepada sang pemuda, “Sebenarnya saya sudah tidak mempunyai orang tua dan sanak saudara lagi. Saya hidup sebatang kara dan tidak punya rumah untuk pulang. Tolong ambil saya sebagai istri tuan. Saya akan bekerja keras setiap hari untuk membantu tuan” kata sang gadis. Mendengar hal itu sang pemuda merasa iba. Akhirnya ia dan gadis itu menikah. Mereka hidup dengan bahagia dan dikaruniai seorang bayi laki-laki yang lucu.

Pada suatu hari, pekerjaan sang pemuda di ladang telah selesai lebih cepat dari hari-hari sebelumnya. Ia pun berniat pulang lebih cepat dari biasanya. Ketika sampai di rumah, ia melihat suasana sangat sepi dan pintu rumah juga terkunci rapat. Karena merasa curiga maka ia coba melihat keadaan di dalam rumah dari jendela di kamarnya. Bukan main terkejutnya saat sang pemuda melihat pemandangan di dalam kamarnya. Ia melihat seekor binatang yang menyerupai belut  sedang melingkarkan tubuhnya di lantai kamar. Di tengah-tengahnya tergeletak sang bayi. Lidah binatang yang berwarna merah itu menjulur menjilati tubuh sang bayi. Anehnya sang bayi justru merasa senang dan tidak takut. Sang pemuda sangat ketakutan dan lari menginggalkan rumahnya. Ia berpikir bahwa belut besar di kamarnya tadi tidak lain adalah jelmaan istrinya sendiri. Namun untuk memastikan dugaannya itu, sore harinya ia kembali pulang ke rumahnya. Sesampai di depan rumahnya ia melihat istrinya sedang menggendong sang bayi. Seperti tidak terjadi apa-apa ia lalu makan malam bersama sang istri.

Namun, sang istri ternyata tahu bahwa suaminya telah melihat wujud aslinya. Sang istri pun berkata, “Suamiku, akhirnya engkau telah melihat wujud asliku siang tadi. Sebenarnya aku adalah jelmaan belut yang telah kau tolong dari gangguan anak-anak setahun yang lalu. Aku ingin sekali membalas budimu. Namun, karena engkau telah melihat wujud asliku, maka aku tidak dapat hidup lagi bersamamu. Aku harus pergi. Tapi bayi kita adalah bayi manusia, maka engkau harus memeliharanya dengan baik” kata sang istri sedih. Kemudian ia mengeluarkan sebuah bola putih kecil dan memberikannya kepada suaminya.

“Kalau bayi kita menangis karena haus atau lapar berikan bola ini agar ia dapat menghisapnya. Ia tidak akan menangis lagi” kata istrinya berpesan.

Setelah mengatakan hal itu, sang istri pun pergi keluar rumah. Sang suami dengan sedih mencari-carinya, namun sang istri sudah lenyap di kegelapan malam.

Sejak saat itu sang suami membesarkan bayinya seorang diri. Sesuai pesan istrinya, ia membiarkan sang bayi menghisap dan mengulum bola putih yang lentur itu. Bayi itu terus tumbuh dengan sehatnya. Tidak pernah sekalipun sang bayi jatuh sakit. Kehebatan bola putih itu terdengar ke seluruh wilayah, hingga sampai ke telinga sang penguasa wilayah. Akhirnya bola putih itu pun diambil secara paksa oleh sang penguasa. Dan sejak saat itu juga sang bayi mulai mengangis tak henti-hentinya. Bukan main bingungnya sang suami. Ia pun berjalan menyusuri hutan untuk mencari istrinya. Setelah lama berjalan, akhirnya ia tiba di sebuah danau. Dengan putus asa ia berteriak.

“Wahai istriku, sejak kepergianmu sungguh merana hidupku. Kalau memang engkau ada disini, tunjukkanlah dirimu. Aku ingin berjumpa denganmu!” katanya dengan pilu.

Tiba-tiba permukaan air danau tersebut bergelombang, dan dari dalamnya mucul seekor belut yang sangat besar.

“Apa kabar suamiku? Apa yang membuatmu bersedih hati?” tanya belut tersebut. Akhirnya sang suami menceritakan tentang bola putih pemberian istrinya yang telah diambil oleh sang penguasa.

“Suamiku, bola putih itu sebenarnya adalah bola mataku sendiri. Ia berguna sebagai pengganti air susu bagi bayi kita. Kalau aku berikan bola mata satu lagi, aku tidak akan bisa melihat lagi” kata sang belut.

“Tolonglah istriku, anak kita menangis tiada henti-hentinya” kata sang suami.

“Baiklah kalau begitu. Aku akan berikan bola mata yang satunya. Tapi kau harus berjanji. Agar bola mata ini tidak diambil orang lain, bawalah bayi kita dan pergi jauh-jauh dari desa” kata sang belut sambil memberikan sebutir bola putih.

“Terima kasih istriku. Jagalah baik-baik dirimu!” ucap sang suami dengan meneteskan air mata.

“Jagalah dirimu dan rawat baik-baik anak kita!” kata sang belut.

Setelah mengucapkan salam perpisahan, sang belut kembali ke dasar danau, dan suaminya pun pulang dengan hati yang sangat sedih.

Setelah sampai di rumahnya, ia segera mengumpulkan barang perbekalannya lalu pergi meninggalkan desa tersebut bersama sang anak yang masih kecil. Beberapa waktu kemudian di wilayah desa tersebut timbul gempa bumi yang sangat hebat. Semua bangunan hancur, termasuk istana sang penguasa yang telah mengambil paksa bola mata milik sang belut. Sang penguasa sendiri pun mati akibat tertimpa reruntuhan bangunannya. Demikianlah, menurut kepercayaan tradisional masyarakat Jepang, gempa bumi diakibatkan oleh belut raksasa yang bergerak di dalam tanah. Belut itu menabrak benda di sekelilingnya karena tidak mempunyai mata lagi untuk melihat.

Judul asli: Mekura no Mizu no Kami (Dewi Air yang Tidak Bisa Melihat) berasal dari Prefektur Saga.

Sumber: dari berbagai sumber

Issunboushi


Konon, pada zaman dahulu kala hiduplah sepasang suami istri yang sudah lama sekali tidak dikaruniai anak. Meskipun sudah berkali-kali berdoa di kuil untuk memohon tetapi masih juga belum dikaruniai anak. Akhirnya suatu ketika mereka kembali lagi ke kuil untuk berdoa.

“Ya Tuhan, biar sekecil jari telunjuk pun tolong berilah kamu anak!” pinta sang istri dalam doanya. Akhirnya sang istri pun benar-benar melahirkan seorang anak sebesar jari jempol. Mereka memberi nama anak itu Issunboushi. Meskipun anak mereka sangat kecil, tetapi karena itu adalah pemberian dari Tuhan, mereka merawatnya dengan penuh kasih sayang.

Suatu hari Issunboushi menghadap ayah ibunya dan berkata, “Ayah dan Ibu, tiba saatnya bagiku untuk pergi merantau. Karena itu saya mohon pamit untuk berangkat besok!”

Mendengar hal itu, ayah dan ibu Issunboushi sangat terkejut. Semula mereka melarang kepergian anak satu-satunya yang sangat disayangi itu, tapi karena kemauan Issunboshi yang sangat kuat akhirnya mereka mengijinkannya juga. Esok paginya Issunboushi berangkat. Setelah memberi bekal makanan secukupnya, Issunboushi berangkat dengan memakai sebuah batok kelapa dengan melalui arus sungai. Arus sungai itu akhirnya membawa Issunboushi sampai ke sebuah kota yang sangat besar dan ramai. Karena badan Issunboushi sangat kecil, maka ia harus benar-benar berhati-hati ketika berjalan di tengah keramaian. Beberapa kali ia harus diam di pinggir tembok untuk menunggu jalanan mulai sepi. Setelah dirasa cukup sepi, ia harus berlari menyebrangi jalan agar tidak sampai terinjak orang atau kuda yang setiap saat bisa melintas di jalanan.

Akhirnya sampailah ia di sebuah rumah yang sangat besar dan luas. Mungkin rumah itu milik seorang pembesar di negeri itu. Issunboushi ingin bekerja di rumah itu. Sesampai di depan pintu, ia mulai berteriak sekencang-kencangnya agar terdengar si pemilik rumah. “Permisi… Permisi…!” teriaknya. Tetapi tak seorang pun keluar untuk menemuinya. Ia pun berteriak lagi dengan lebih keras. Nah, kali ini ada seorang kakek-kakek dengan pakaian yang sangat indah keluar dari dalam rumah.

“Hah, siapa yang berteriak-teriak tadi ya? Kok aneh, tidak ada seorang pun?” kata sang kakek yang nampaknya pemilik rumah itu dengan keheranan. Karena tidak ada seorang pun maka ia hendak kembali ke dalam. Tetapi…

“Tuan, saya ada disini! Di bawah!” teriak Issunboushi dengan kencang. Akhirnya kakek tersebut dapat menemukan keberadaan Issunboushi. Diambilnya Issunboushi dan ditaruhnya di atas telapak tangannya. Kakek tersebut sangat senang bertemu dengan Issunboushi, karena itu dengan mudah Issunboushi pun mendapat pekerjaan di rumah itu. Adapun pekerjaan Issunboushi setiap hari adalah menemani putri kakek itu untuk bermain. Issunboushi sangat senang bisa menemani putri yang sangat cantik jelita itu. Demikian juga dengan sang putri yang merasa sangat senang mendapatkan teman bermain yang mungil dan lucu.

Suatu hari sang putri ingin mengunjungi sebuah kuil yang berada di atas sebuah bukit. Sang putri ingin berdoa bagi ibunya yang sudah meninggal. Dengan penuh suka cita Issunboushi pun menemani perjalanan sang putri. Adapun kuil tersebut letaknya agak jauh. Mereka harus melewati hutan lebat yang menurut cerita orang-orang terdapat seorang raksasa yang jahat dan kejam. Setelah berdoa di kuil tersebut mereka pun pulang. Tapi ketika melewati hutan yang lebat itu, perjalanan sang putri dihadang oleh raksasa jahat. Raksasa itu hendak menculik sang putri. Tentu saja hal itu membuat Issunboushi marah dan menantang raksasa jahat itu untuk berkelahi. Dengan menghunuskan pedangnya Issunboushi siap berkelahi untuk menyelematkan sang putri. Tetapi karena badannya sangat kecil, maka dengan mudah ia dapat ditelan oleh sang raksasa.

Di dalam perut sang raksasa, Issunboushi yang masih hidup itu menusuk-nusuk perut sang raksasa hingga sang raksasa pun merasa kesakitan dan akhirnya memuntahkan Issunboushi keluar lagi. Raksasa itu pun lari terbirit-birit karena kesakitan. Dan sang putri pun selamat. Ketika sang raksasa lari pontang-panting, dari pakaiannya terjatuh sebuah benda mirip gendang kecil.

“Benda apakah ini, Putri?” tanya Issunboushi.

“Oh, ini adalah benda ajaib milik raksasa jahat tadi!” jawab sang putri seraya mengambil benda tersebut dari hadapan Issunboushi.

“Benda ajaib? Apa gunanya?” tanya Issunboushi dengan penasaran.

“Menurut cerita kakek, benda ini dapat mengabulkan semua permohonan manusia” kata sang putri sambil tersenyum.

“Kalau begitu, tolong minta agar badan saya menjadi besar!” pinta Issunboushi.

Ternyata sungguh ajaib. Ketika sang putri menabuh gendang kecil itu dan memohon agar badan Issunboshi menjadi besar, beberapa detik kemudian Issunboushi yang tadinya kecil berubah menjadi seorang pemuda yang tampan dan gagah.

“Terima kasih, Putri” kata Issunboushi yang sudah berubah itu. Dengan wajah yang memerah karena malu, sang putri pun akhirnya diantar oleh Issunboshi sampai ke rumah lagi. Akhirnya, karena keluarga sang putri merasa sangat berhutang budi kepada Issunboushi mereka pun menikahkan putri mereka yang cantik jelita itu dengan Issunboushi. Dalam pesta pernikahannya, Issunboushi tidak lupa untuk mengundang kedua orang tuanya di desa. Akhirnya mereka pun hidup berbahagia bersama

Judul asli: Issunboushi (Si Jempol) berasal dari Prefektur Okayama.

Sumber: dari berbagai sumber

Dua Kucing dan Dua Onigiri


Suatu hari ada seekor kucing besar dan seekor kucing kecil. Dua ekor kucing tersebut menemukan dua buah onigiri. Kucing yang besar menemukan onigiri kecil, sedangkan kucing yang kecil menemukan onigiri besar. Karena hanya mendapatkan onigiri yang kecil, kucing besar itu berkata kepada kucing yang kecil.

“Hei, kucing kecil. Lihatlah, badanmu kan kecil kenapa kamu mau makan onigiri yang besar? Ayo tukarkan dengan onigiriku saja” kata kucing besar.

“Enak saja. Aku kan yang menemukan onigiri besar ini, jadi walaupun badanku kecil aku berhak makan onigiri besar” kata kucing kecil.

“Heh, dimana-mana itu kalau kucing kecil makannya ya sedikit. Kalau kucing besar makannya ya banyak. Kok begitu saja kamu tidak tahu sih?”

“Nah, aku kini tahu akal bulusmu. Kamu khawatir kan kalau aku makan onigiri besar ini badanku akan menjadi besar. Kalau badanku besar, kamu takut kalah saingan kan?”

“Bukan begitu. Tapi wajarnya karena badanmu kecil, ya makanmu juga sedikit saja. Nanti kalau makan kebanyakan perutmu akan sakit”

“Ah, kamu ini mau mencoba membujukku ya? Pokoknya aku gak mau!”

Karena tidak ada yang mau mengalah, akhirnya kedua kucing itu saling bertengkar. Pada saat bertengkar itu, kucing besar mendapatkan ide.

“Begini saja, bagaimana kalau kita pergi bertanya kepada kera. Mungkin dia mempunyai pendapat yang lebih bagus” kata kucing besar.

“Baiklah aku setuju” kata kucing kecil.

Akhirnya dengan menggelindingkan onigiri di sepanjang jalan, mereka pergi menemui kera. Kedua kucing itu lalu menceritakan persoalan yang sedang mereka hadapi.

“Hmm… sulit juga ya. Tapi kalau menurut pendapatku, bagaimana kalau dua onigiri ini dibagi rata hingga mencapai besar yang sama?” tanya kera.

“Baik, saya setuju”

“Saya juga setuju”

“Baiklah, sementara aku menimbang berat onigiri ini, kalian pergilah sedikit menjauh”

Akhirnya kera memegang dua buah onigiri itu di tangan kanan dan kirinya. Ia mencoba menimbang-nimbang dengan tangannya.

“Hmm… kok berat yang kanan ya?” kata kera seraya mengambil sedikit bagian onigiri di tangan kanannya lalu memakannya.

Kera lalu menimbang-nimbang lagi.

“Kok terasa berat yang kiri ya?” katanya lagi seraya mengambil sedikit bagian onigiri dari tangan kirinya lalu memakannya.

Kera terus menimbang-nimbang berat onigiri itu. Namun ia tetap tidak bisa merasakan berat onigiri yang sama. Sampai akhirnya dua buah onigiri itu pun habis dimakannya sedikit demi sedikit. Melihat kedua onigiri mereka habis, kedua kucing itu pun sangat kecewa. Mereka pulang sambil menangis tersedu-sedu. Miauww…

Judul asli: Futatsu no Omusubi (Dua Buah Omusubi) berasal dari Prefektur Fukuoka.

Sumber: dari berbagai sumber.