"Nobody wants to be alone...but in the end everyone is alone..."
Hari ini aku mendengarkan tangis seseorang di ujung telepon. Isakannya tidak keras, melainkan pelan saja. Aku mendengarkannya seakan kehabisan kata, membuat hening menguasai waktu yang sesaat terasa begitu panjang.
Dia, wanita yang menempelkan gagang telepon di telinga dengan sebelah tangan, sedangkan tangan yang lain sibuk menyeka air matanya itu pasti tengah gundah gulana. Entah pikiran macam apa yang tengah menghantui hati dan kepalanya, hingga ia menangis seperti itu. Menangis dalam diam yang terasa seakan mencekam.
Aku berusaha mengeluarkan beberapa patah kata yang entah mengapa terasa begitu sulit dilakukan, untuk sekedar mencari tahu apakah yang sebenarnya terjadi.
Hening.
Aku bersabar.
Beberapa menit kemudian, aku kembali bertanya dengan kalimat yang sama tapi diselingi dengan beberapa kata penghiburan.
Isak wanita itu berhenti.
Dengan suara kepayahan, wanita itu berkata, "Aku...,tidak mau sendirian."
Hitoribocchi, alone, atau sendirian... bagaimana pun wujud bahasanya, kata itu pastinya bermakna sama. Makna yang semua orang tidak ingin mengalaminya.
Apa yang akan terjadi padaku jika aku sendirian?
Apa yang akan kulakukan jika aku sendirian?
Dunia rasanya seakan berhenti berputar jika seseorang menjadi sendirian. Saat pulang ke rumah, tak seorang pun menyambutmu di pintu depan. Saat lelah, tak seorang pun datang membangkitkan semangatmu, dan saat sedih tak seorang pun datang untuk mengusap air matamu. Pada saat semacam itu, rasanya pasti sangat sulit. Apalagi saat kau menyadari tidak ada apa-apa di rumah selain keheningan yang mencekam, hingga mungkin sebagian orang lebih memilih mati daripada hidup sendiri.
Tapi, haruskah kesendirian menjadi sesuatu yang begitu ditakutkan, yang jika bisa lebih baik dihindari daripada menjalaninya?
Pada awalnya, aku pun sama seperti yang lainnya, takut pada kesendirian. Apa jadinya aku jika aku sendirian? Akan bagaimana aku jika aku sendirian? Memikirkannya saja, aku bisa menangis berjam-jam. Tapi kemudian, aku terbiasa seiring dengan berjalannya waktu. Kini, aku bersahabat dengan kesendirian.
Bagi seseorang yang selalu hidup di zona aman, kesendirian adalah tabu, ia menjadi momok yang begitu menakutkan. Tapi bagiku, yang sudah lama lulus dari zona aman, kesendirian adalah suatu hal yang bukan untuk dihindari, tapi dijalani. Kesendirian telah membukakan mataku. Ia mengajariku bagaimana dunia ini bekerja. Ia memberitahuku bahwa ia adalah teman berharga dalam mengarungi kehidupan. Ia membisikkan kata-kata mutiara dalam telingaku bahwa tidak buruk hidup dalam kesendirian.
Ya, benar. Memang tidak seharusnya kita takut pada kesendirian. Hari ini, kita bisa hidup tenang karena kedua orang tua atau setidaknya salah satunya masih hidup. Kita masih bisa hidup tentram karena masih ada yang menyokong kita. Kita masih punya tempat untuk pulang, masih punya tempat untuk berkeluh kesah, masih punya tempat untuk berbagi. Lalu taruhlah sesuatu yang buruk terjadi. Apa yang akan kau lakukan jika tempat itu tiba-tiba saja menghilang? Apa yang akan kau lakukan saat kau menyadari bahwa kau benar-benar sendirian?
Shock.
Benar, memang itulah hal pertama yang sewajarnya terjadi. Lalu setelah itu, apa kau akan berdiam diri sambil menangis? Tidak, tentunya kau harus melangkah, melanjutkan hidup. Dan pada saat inilah, yang bisa kau percayai hanyalah satu, yaitu dirimu sendiri. Kau tidak bisa bergantung pada rasa kasihan orang lain, karena itu sifatnya hanya sementara. Kau juga tidak bisa menaruh harapan banyak pada orang lain apalagi percaya sepenuh hati, karena tingkat kepercayaannya yang tidak bisa diukur. Pada akhirnya, kau sendiri, demi dirimu sendiri, oleh dirimu sendiri hidup itu dijalani. Pada awalnya mungkin kau merasa bahwa takdir itu kejam, saking kejamnya hingga bernapas pun sulit rasanya. Tapi ingatlah, bahwa dunia lebih kejam. Karena itu, untuk bisa menaklukan dunia, untuk bisa hidup lebih baik, kita tidak seharusnya takut pada kesendirian, tapi belajarlah untuk hidup sendiri.
Panorama IV, Bandung.
2011年9月29日
No comments:
Post a Comment